Advertisement

Utang Kereta Cepat Jakarta-Bandung Dijamin APBN, Begini Kata Ekonom

Maria Elena
Selasa, 19 September 2023 - 13:37 WIB
Abdul Hamied Razak
Utang Kereta Cepat Jakarta-Bandung Dijamin APBN, Begini Kata Ekonom Rangkaian Electric Multiple Unit (EMU) Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) saat berada di Stasiun KCJB Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Rabu (13/9/2023). Bisnis - Rachman

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA– Utang kereta cepat Jakarta-Bandung (KCJB) dijamin pemerintah pada cost overrun proyek. Penjaminan utang overrun proyek kereta cepat itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 89/2023 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Penjaminan Pemerintah untuk Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat antara Jakarta dan Bandung.

Sebagai informasi, cost overrun adalah istilah menunjukkan terjadinya pembengkakan biaya proyek terutama dari sisi biaya konstruksi. Cost overrun dihitung berdasarkan biaya pada saat tahap pelaksanaan dikurangi anggaran proyek yang ditetapkan di tahap awal. Cost overrun ini jika tidak dibayarkan akan menimbulkan kerugian yang signifikan bagi pihak kontraktor sebagai pihak pelaksana pembangunan proyek.

Advertisement

BACA JUGA: Reaktivasi Kereta Jogja-Borobudur Diganti BRT, Paguyuban Angkutan Wisata Jogja Pertanyakan Ini

Dalam aturan tersebut, disebutkan bahwa penjaminan diberikan untuk dan atas nama pemerintah oleh menteri keuangan baik secara langsung atau secara bersama dengan badan usaha penjaminan infrastruktur yang ditunjuk sebagai penjamin atas pemenuhan kewajiban finansial terjamin kepada penerima jaminan. 

 Penjaminan diberikan diantaranya untuk pokok pinjaman, bunga pinjaman, dan atau biaya lain yang timbul sehubungan dengan perjanjian pinjaman.

“Penjaminan Pemerintah untuk percepatan penyelenggaraan prasarana dan sarana kereta cepat antara Jakarta dan Bandung dalam Peraturan Menteri ini disediakan dalam rangka memperoleh pendanaan atas kenaikan dan/atau perubahan biaya [cost overrun] sesuai dengan hasil keputusan Komite,” tulis Pasal 2 beleid tersebut dikutip Rabu (19/9/2023).

Lalu bagaimana dampak dan cara agar penjaminan Kereta Cepat tidak membenani APBN?

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan bahwa dengan penjaminan ini pemerintah perlu melakukan tindakan lebih nyata dari skema bisnis yang awalnya antar dua perusahaan. Menurut dia langkah pertama yakni jangan sampai biaya kembali membengkak. Pemerintah perlu memastikan cost yang ditanggung sudah final dalam penyusunan anggaran kereta cepat hingga beroperasi dalam skala mampu mencari laba.

“Misalnya [setelah biaya pembangunan ini] untuk biaya perawatan ataupun suku cadang. Ketika sudah ditentukan dengan nominal sekian miliar atau triliun, maka nilainya itu harus dipastikan konsisten dan sesuai dengan perhitungan dari masa balik keuntungan dari proyek kereta cepat,” katanya kepada Bisnis, Senin (18/9/2023).

Selain itu, menurut Yusuf perlu diperhatikan juga bagaimana skenario keuntungan atau benefit yang bisa muncul dari adanya kereta api cepat ini.

Dia mencontohkan, jika kereta cepat ini bisa mendorong pembangunan ekonomi daerah-daerah yang disinggahi. Optimalisasi ini yang kemudian perlu dipastikan bahwa dalam beberapa tahun ke depan daerah-daerah tersebut harus tumbuh di kisaran pertumbuhan yang diproyeksikan sebelumnya.

“Sehingga nantinya jangka waktu dari imbal balik hasil kereta cepat ini sesuai dengan yang diperkiraan pemerintah,” katanya.

Sementara, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan dampak penjaminan atas pendanaan cost overrun proyek tersebut akan memberikan beban tambahan secarar tidak langsung terhadap APBN.

Menurutnya, skema penjaminan tersebut juga tidak sesuai dengan kesepakatan awal, yang seharusnya tidak melibatkan APBN karena skema proyek KCJB dirancang business to business (B2B).

“Sudah melenceng jauh dari awal yang sifatnya B2B, kemudian ada keterlibatan PMN [penyertaan modal negara] dan mekanisme subsidi tiket, sekarang masuk ke penjaminan,” katanya kepada Bisnis, Senin (18/9/2023).

Bhima menilai, secara finansial, proyek KCJB ini telah menjadi beban bagi pembayar pajak yang seharusnya bisa mandiri secara komersial.  “Sebaiknya PMK No. 89/2023 di review kembali,” tutur Bhima.

Dia mengatakan, keterlibatan keuangan negara dalam proyek KCJB pun berisiko terhadap pelebaran defisit APBN, serta menambah beban utang dan mempersempit ruang fiskal. “Padahal pada 2024 estimasi rasio pembayaran bunga utang dan pokok utang telah menembus 42 persen dari total pendapatan negara,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Bisnis.com

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Eko Suwanto: Sultan Grond dan Pakualaman Grond untuk Kesejahteraan Masyarakat

Jogja
| Selasa, 07 Mei 2024, 20:47 WIB

Advertisement

alt

Piknik dan Camping di Nawang Jagad Kaliurang: Info Lokasi, Jam Buka, dan Biaya Tiket Masuk

Wisata
| Sabtu, 04 Mei 2024, 09:37 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement