Ini Faktor yang Akan Menyelematkan Indonesia dari Resesi
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri mengungkap faktor yang bakal menyelamatkan Indonesia terhindar dari jeratan resesi.
Pandemi Covid-19 yang telah berjalan tiga tahun memberikan pelajaran besar bagi perekonomian, bahwa interkonektivitas atau globalisasi memiliki sisi rapuh yang dapat menjadi ancaman. Selain itu, di sisi lain, kurang kompetitifnya perekonomian Indonesia ternyata membawa dampak positif.
Advertisement
Dia menilai selama ini interdependensi atau ketergantungan antara ekonomi satu negara dengan negara lain dianggap sebagai keniscayaan. Namun, pandemi Covid-19 ternyata mengajarkan hal baru bahwa keterkaitan itu bisa terganggu oleh banyak faktor.
Pada 2020, ketika Covid-19 menyebar China pun menerapkan lockdown yang membuat pergerakan manusia dan logistik di sana berhenti. Sebagai basis produksi global, banyak jenis barang yang tidak bisa keluar dari China sehingga terjadi kekurangan pasokan secara global, seperti chip semi konduktor.
Bukan hanya barang, tidak berjalannya pengiriman barang membuat banyak kapal yang tertahan di China. Indonesia terkena imbasnya karena ketersediaan semakin sulit, sehingga ekspor tidak bisa dilakukan, alhasil terjadi penumpukan stok karena perdagangan tidak berjalan, biaya pengiriman pun melonjak tajam.
"Orang bilang, wah, interdependensi ini sesuatu yang membahayakan juga dong kalau terjadi shock... Kondisi ini membuat orang melihat bahwa globalisasi punya sisi rapuh. Kalau terjadi perang, pandemi, kemudian sebuah negara tidak bisa diakses, maka [ekonomi] global akan kena," ujar Dede, panggilan akrab Chatib pada Rabu (19/10/2022).
Chatib, yang merupakan pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) tersebut, menjelaskan negara yang sangat bergantung kepada ekonomi global akan menerima dampak paling besar ketika guncangan seperti saat ini muncul. Oleh karena itu, dia sangat meyakini bahwa pada tahun depan Singapura akan mengalami resesi.
Singapura mencatatkan kontribusi ekspor terhadap produk domestik bruto (PDB) hingga 200 persen. Pelemahan ekonomi global akan membebani perdagangan, ekspor Singapura akan terhambat dan perekonomiannya melambat sehingga terjadilah resesi, seperti pada 2020.
Ketika Singapura mengalami resesi pada 2020, pertumbuhan ekonominya anjlok menjadi negatif 13 persen. Sementara itu, selama pandemi Covid-19 pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya minus 2,1 persen, Chatib menjelaskan bahwa rendahnya porsi ekspor terhadap PDB yang menjadi 'penyelamat' Indonesia dari tekanan eksternal itu.
Menurut Chatib, keamanan yang tercipta itu sebenarnya bukan sesuatu yang secara sengaja dibentuk atau diciptakan untuk perekonomian Indonesia. Ketidakmampuan Indonesia dalam mendongkrak kontribusinya dalam ekonomi global secara maksimal yang membuat negeri ini relatif tidak terlalu terpapar oleh tekanan eksternal saat ini.
"Jadi, pada waktu periode pandemi ketergantungan kita ke luar itu relatif kecil. Saya terus terang saja, apakah itu memang rencana kita? Enggak, kita inginnya kayak Singapura. Namun, berbagai hal yang kita lakukan yang kurang baik membuat kita tidak kompetitif seperti Singapura. Justru karena itu kita beruntung karena dampak dari resesi global itu relatif terbatas," ujar Dede, panggilan akrab Chatib.
Selalu ada dua sisi dari sebuah koin. Menurut Chatib, negara seperti Singapura memang akan terpuruk ketika ekonomi global melambat, tetapi akan tumbuh sangat cepat ketika ekonomi global membaik. Contohnya terjadi pada 2021—2022 ketika Singapura tumbuh di atas 7 persen, bahkan beberapa negara berhasil tumbuh 11—13 persen.
Sementara itu, Indonesia memang mencatatkan pertumbuhan pada 2021 dan 2022, tetapi bergerak di kisaran 5 persen. Dede menyebut bahwa itu merupakan gambaran pengaruh dari minimnya peran Indonesia dalam integrasi ekonomi global, dia tidak tertekan ketika ekonomi global melambat, tetapi juga tidak melesat ketika global pulih cepat.
"Ini sesuatu yang politically enggak correct, saya mau coba bicara dalam bahasa paling gampang. Cara yang paling baik untuk menghindari perceraian itu adalah tidak menikah, itu 100 persen guaranteed. Cara terbaik untuk tidak terpengaruh pada efek global adalah anda tidak terintegrasi, itu analoginya sama," ujar Dede.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Pakar Hukum Pidana Nilai Penetapan Tersangka Tom Lembong Masih Prematur
- Pengaruh Dukungan Anies Vs Dukungan Jokowi di Pilkada Jakarta 2024, Siapa Kuat?
- Yusril Bantah Mary Jane Bebas, Hanya Masa Hukuman Dipindah ke Filipina
- ASN Diusulkan Pindah ke IKN Mulai 2025
- Pelestarian Naskah Kuno, Perpusnas Sebut Baru 24 Persen
Advertisement
Jadwal SIM Keliling Ditlantas Polda DIY Hari Jumat 22 November 2024: Di Kantor Kelurahan Godean
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Selama Agustus Oktober, Kantor Imigrasi Kelas I TPI Yogyakarta Terbtkan Belasan Ribu Paspor
- Badan Geologi Kementerian ESDM Mendorong Seluruh Kawasan Bentang Karst di Indonesia Dilindungi
- KAI Angkut 344 Juta Penumpang Periode Januari-Oktober 2024
- Kemenpar Usulkan Tambahan Dana Rp2,2 Triliun di 2025, Ini Tujuannya
- Tiga Tol Akses ke IKN Dibuka Fungsional Mulai 2025, Belum Dikenakan Tarif
- Khawatir Muncul Serangan Udara, Italia Tutup Sementara Kedubesnya di Ukraina
- Korupsi Dana Bantuan Kesehatan, Eks Kepala Puskesmas di Purbalingga Dihukum 1 Tahun Penjara
Advertisement
Advertisement