Advertisement

Terkait Semburan Api di Rest Area Tol Cipali KM 86 B, Ini Penjelasan Badan Geologi

Afiffah Rahmah Nurdifa
Minggu, 30 April 2023 - 15:37 WIB
Abdul Hamied Razak
Terkait Semburan Api di Rest Area Tol Cipali KM 86 B, Ini Penjelasan Badan Geologi Penampakan semburan gas disertai api di Rest Area Tol Cipali KM 86B, Subang, Jawa Barat, Minggu (30/4/2023) dini hari - Istimewa

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA— Terjadi Semburan gas disertai api terjadi di Rest Area Cipali KM 86B, Subang, Jawa Barat, Rabu (27/4/2023). Terkait hal itu, Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkap kemungkinan penyebabnya.

Penyelidik Bumi Badan Geologi Iwan Sukma Gumilar mengatakan, pihaknya telah melakukan penyelidikan terhadap fenomena tersebut. Adapun, semburan api mencapai tinggi 12 meter yang telah terjadi sejak Rabu, (27/4/2023). 

Advertisement

"Semburan gas pada lokasi Rest Area KM 86B kemungkinan besar berasal dari gas biogenik formasi Cisubuh berumur pliocene-pleistocene," kata Iwan kepada JIBI, Minggu (30/4/2023). 

Sebelumnya, dia menjelaskan, akibat kobaran api tersebut, tim survey mengalami kesulitan dalam pengambilan sampel gas untuk pengujian laboratorium.

Menurut informasi yang dihimpun dari pihak kepolisian, semburan gas tersebut berasal dari sumur bor artesis yang digunakan sebagai sumur air tanah, dengan kedalam antara 40 – 100 meter.

Iwan juga mendapatkan Informasi tambahan dari salah seorang perwakilan pihak PT Pertamina EP yang berada di lokasi menyatakan bahwa dalam radius sekitar 2 kilometer (km) ke selatan terdapat sumur eksplorasi gas yang aktif.

Adapun, lokasi sumur semburan gas berada di koordinat  -6.47245018449493, 107.58624772214222, termasuk ke dalam Peta Geologi Lembar Pamanukan, Jawa Barat. Secara geologi, lokasi sumur berada pada satuan batuan alluvium asal volkanik batupasir tuffaan dan konglomerat yang berumur kuarter. 

"Batuan penyusun di bawah satuan lapisan alluvial tersebut, mengacu pada Peta Geologi Lembar Bandung adalah formasi Citalang berumur pliosen atas, formasi Kaliwangu berumur pliosen bawah, dan formasi Subang berumur miosen akhir," ujarnya. 

Dia menjelaskan, satuan batuan tersebut tersingkap di daerah Subang dan sekitarnya dan menerus di bawah permukaan hingga lokasi sumur. Pada sekitar lokasi semburan terdapat sumur PSJ-P1 dan PJN-P1 dengan kedalaman maksimal di 1.076 meter untuk sumur PJN-P1. 

Pada sumur PJN-P1 dapat diketahui bahwa sampai dengan kedalaman 860 meter terdapat zona yang memiliki potensi sebagai penghasil dan penyimpan gas. Formasi ini diinterpretasikan sebagai Formasi Cisubuh yang berumur pliosen hingga pleistosen.

"Sumur berada di puncak antiklin yang cukup besar dan ditutupi oleh lapisan alluvial volkanik yang cukup tipis sekitar 200 meter," jelasnya. 

Menurut Iwan, karakteristik puncak antiklin merupakan zona lemah dan umumnya mengalami peretakan maupun perekahan sehingga memungkinkan gas biogenic maupun termogenik dari formasi di bawahnya (Formasi Cisubuh) untuk dapat menyusup keluar.

Di sisi lain, dari karakter seismik dapat dilihat bahwa formasi Cisubuh dan formasi di bawahnya memiliki zona-zona bright spot yang berpotensi mengandung gas yang memiliki tekanan yang dapat berpotensi menyemburkan gas apabila kestabilan batuan penutupnya (endapan kuarter dan vulkanik) terganggu kesetimbangannya oleh faktor alami maupun aktifitas manusia.

"Batuan kuarter dan vulkanik yang dapat menahan keluarnya gas pada daerah semburan relatif tipis (200 meter) dan rentan terhadap potensi semburan," jelasnya. 

Dengan demikian, Iwan menyarankan pengambilan sampel gas untuk menentukan karakteristik gas tersebut apakah biogenik, termogenik atau campuran keduanya. 

Dari karakteristik tersebut dapat ditentukan sumber gasnya, baik berupa kantong gas dangkal yang bersifat biogenik atau gas dalam termogenik yang terakumulasi dan terjebak di bawah antiklin KM 88B. 

"Hal ini perlu dilakukan terkait dengan durasi dan besarnya semburan gas yang diperlukan untuk penanganan semburan serta antisipasi resiko di kemudian hari," tandasnya. 

Di samping itu, Iwan menyampaikan, perlunya dilakukan pemetaan potensi gas biogenik pada daerah Jawa Barat Utara terkait dengan risiko kebencanaan pengeboran sumur air dan aktivitas lainnya, serta pemanfaatan gas biogenik ini untuk kepentingan masyarakat secara lebih luas.

"Perlunya pengamanan lokasi di sekitar semburan karena risikonya besar untuk adanya aktivitas di sekitar lokasi semburan sampai dengan semburan berhenti atau termitigasi secara teknik," tuturnya. 

Sementara itu, mitigasi terkait semburan gas diperlukan fasilitas standar yang memadai baik berupa pembuatan flare maupun plugging dan sementing sesuai dengan kondisi teknis yang terbaik. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Bisnis.com

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Rute, Tarif dan Jalur Bus Trans Jogja, Yuk Cek di Sini

Jogja
| Jum'at, 26 April 2024, 05:17 WIB

Advertisement

alt

Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 19:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement