Advertisement

78.000 Rumah di Papua dan Papua Barat Butuh Aliran Listrik

Anitana Widya Puspa
Jum'at, 11 Oktober 2019 - 13:17 WIB
Sunartono
78.000 Rumah di Papua dan Papua Barat Butuh Aliran Listrik Ilustrasi-Pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) - Antara

Advertisement

Harianjogja.com, BALIKPAPAN— Pemerintah memperkirakan untuk mencapai Rasio Desa Berlistrik 100 persen di Provinsi Papua dan Papua Barat pada 2020 masih ada 414 desa dengan lebih kurang 78.000 rumah yang perlu mendapat aliran listrik.

Berdasarkan data Kementrian ESDM, Rasio Desa Berlistrik (RDB) di Provinsi Papua dan Papua Barat saat ini sebesar 98,3 persen, yang dicapai melalui kontribusi PLN (48,5 persen), program LTSHE (Lampu Tenaga Surya Hemat Energi) dari Kementerian ESDM, dan listrik swadaya inisiatif pemda-pemda setempat.

Advertisement

Namun menghadirkan penerangan di Bumi Cendrawasih bukan masalah sederhana. Tantangan penugasan PLN di Indonesia Timur, khususnya Papua, untuk menuju RDB 100 persen adalah keterbatasan infratruktur. Kondisi geografis, kerapatan hunian yang rendah, serta kompetensi sumber daya manusia yang perlu ditingkatkan menjadi tantangan yang harus diatasi.

Executive Vice President Operasi Regional Maluku Papua (OR-MP) Indradi Setiawan mengatakan hasil survei tim Ekspedisi Papua Terang menjadi pembuka peta tentang berapa kapasitas listrik yang diperlukan untuk Papua. Demikian pula dengan  program dan jenis pembangkit yang cocok untuk masing-masing lokasi. Dari sana  PLN bisa menghitung keperluan SDM yang akan mengelola, serta bagaimana menyiapkan pembangunan dan materialnya.

Menurut Indradi untuk wilayah Papua yang jumlah penduduknya tidak besar, dengan kerapatan hunian rendah karena terpencar di berbagai pelosok, tak mungkin dibangun infrastruktur kelistrikan berskala besar.

“Pembangunan kelistrikan diharapkan bisa berjalan paralel dengan pengembangan infrastruktur seperti jalan raya, pengembangan pusat-pusat produksi, ekonomi, pendidikan, kesehatan, serta budaya yang semakin maju, modern, dan mandiri,” jelas Indradi, Jumat (11/10/2019).

Tim PLN menyebutkan untuk mencapai wilayah survei di pedalaman Mimika, Timika, harus menempuh perjalanan laut dengan kapal kecil selama 9 jam, menembus ombak besar yang sewaktu-waktu bisa membalikkan kapal.

Survei yang dilakukan meliputi penghitungan jumlah penduduk yang harus dilayani, pengukuran luas lahan dan bidang tanah sebagai lokasi penempatan instalasi listrik, serta kondisi medan jelajah. Hasil survei tersebut menjadi dasar penentuan jenis sistem pembangkit listrik yang akan diterapkan.

Daerah Timika berada di muara dan merupakan wilayah berawa-rawa, yang tidak memungkinkan dibangun instalasi permanen dari semen. Oleh sebab itu, tim survei merekomendasikan penggunaan panel surya sebagai pembangkit listrik skala lokal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Advertisement

alt

Pemkab Sleman Sosialisasikan Program Kampung Hijau

Sleman
| Sabtu, 20 April 2024, 07:17 WIB

Advertisement

alt

Kota Isfahan Bukan Hanya Pusat Nuklir Iran tetapi juga Situs Warisan Budaya Dunia

Wisata
| Jum'at, 19 April 2024, 20:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement