Advertisement

PROYEKSI 2019: DIY Selatan Bakal Makin Semarak, Ketimpangan Jadi Ancaman

Rheisnayu Cyntara, David Kurniawan, Ujang Hasanudin, & Sunartono
Senin, 10 Desember 2018 - 12:25 WIB
Budi Cahyana
PROYEKSI 2019: DIY Selatan Bakal Makin Semarak, Ketimpangan Jadi Ancaman Kondisi kawasan relokasi perumahan warga terdampak pembangunan New Yogyakarta Internasional Airport (NYIA) di Desa Kebonrejo, Kecamatan Temon, Selasa (23/10/2018). - Harian Jogja/Jalu Rahman Dewantara

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—2019 mengubah wajah DIY bagian selatan. Kawasan ini bakal semakin ramai berkat bandara baru dan jaringan jalan nasional. Namun, ketimpangan bisa semakin jembar.

General Manager PT. Angkasa Pura I (Persero) Bandara International Adisutjipto Agus Pandu Purnama menyatakan New Yogyakarta (NYIA) yang akan dioperasikan mulai April tahun depan dapat menampung sedikitnya 14 juta penumpang per tahun. Kapasitas besar itu membutuhkan sumber daya yang tak kalah gede.

Advertisement

Menurut Agus, per satu juta penumpang memerlukan dukungan 1.000 pegawai. Artinya pada tahap I, NYIA akan menyerap sekitar 14.000 pegawai, mulai dari aviation security, ground support, cleaning service, trolley man, parking, dan berbagai jenis pekerjaan lain lainnya. BPS Kulonprogo memproyeksikan penduduk kabupaten ini mencapai 423.111 sehingga tenaga kerja yang dibutuhkan bandara mencapai sekitar 3,3% warga Kulonprogo.

“Tentu kami pilih yang sudah siap dan punya pengalaman, apalagi yang sudah dilengkapi dengan lisensi. Tetapi lulusan sekolah umum pun punya kesempatan yang sama. Tinggal disesuaikan saja sesuai rekrutmen yang dibutuhkan,” kata dia, Minggu (9/12/2018).

Angkasa Pura I bekerja sama dengan berbagai pihak untuk memberikan pelatihan di bidang aviasi. Mereka yang diberi pelatihan adalah warga lima desa yang terdampak pembangunan NYIA. “Kami akan pastikan standarnya sesuai dengan kebutuhan bandara. Jangan sampai sudah dapat pelatihan tapi akhirnya tidak terpakai karena tidak sesuai dengan kebutuhan kami.”

Pandu menyatakan masyarakat mulai bersiap menyambut pengoperasian bandara baru di Kulonprogo. Sejauh delapan kilometer dari lokasi bandara akan ada aerocity, aerotropolis center, aerotropolis east dan lain-lain yang menjadi penopang kawasan bandara.

Dampak JJLS

Perubahan di sisi selatan tidak hanya didongkrak keberadaan bandara anyar. Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) bisa memicu keramaian baru.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Gunungkidul Sri Suhartanto menilai pembangunan JJLS membawa dampak positif kepada masyarakat. Meski belum terlihat signifikan, lokasi-lokasi yang dilewati jaringan jalan nasional itu mulai menggeliat.

“Contohnya terlihat di ruas di Desa Jetis Saptosari. Geliat ekonomi sudah tumbuh dengan adanya toko-toko, warung makan hingga adanya rumah sakit yang saat ini sedang dibangun oleh pemkab,” kata Sri, Sabtu (8/12).

Menurut dia, efek keberadan JJLS akan dirasakan dalam jangka panjang. Ia pun menyakini ke depannya prospek bisnis akan semakin luas seiring selesainya pembangunan jalan hingga beroperasinya bandara baru di Kulonprogo. “Jadi ini baru awalan, nanti jalau semua perencaan sudah selesai dibangun, saya yakin perkembangan ekonomi akan semakin cepat,” kata dia.

Untuk saat ini, sambung Sri, pembangunan JJLS di Gunungkidul masih fokus pada penyelesaian titik penghubung antara Wonogiri, Jawa Tengah, dengan wilayah Gunungkidul. Tahun depan, jalan penghubung Gunungkidul dengan Bantul dirampungkan.

Di Bantul, JJLS belum banyak berdampak pada kesejahteraan warga sekitar. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bantul meyakini efek JJLS baru terasa ketika jalur tersebut sudah terhubung semua dari Kulonprogo-Bantul-Gunungkidul.

Saat ini proyek JJLS di Bantul belum terhubung di beberapa titik seperti di Jembatan Kretek 2 yang menghubungkan Samas-Parangtritis. Sebagian jalan di barat bakal jembatan tersebut juga belum diaspal. Jembatan Srandakan yang menghubungkan Bantul-Kulonprogo juga belum dibangun. Parangtritis, Bantul hingga Panggang, Gunungkidul, belum tersambung JJLS.

“Yang sudah dikerjakan dan selesai tahun ini dari Jalan Parangtritis ke arah barat sampai timur Pantai Depok,” kata Kepala Bidang Bina Marga, Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Kawasan Permukiman (PUPKP) Bantul, Eko Budi Santoso, Jumat pekan lalu.

Kepala Bappeda Bantul Fenty Yusdayati mengharapkan proyek JJLS segera selesai. Ia meyakini ketika JJLS sudah menghubungkan semua kawasan di DIY, Bantul selatan akan ramai.

Menurut dia, saat ini JJLS belum memacu perekonomian karena banyak jembatan yang belum dibangun.

“Kalau sudah ada jembatan itu pasti pergerakannya cepat. Dalam jangka panjang,  JJLS berdampak besar terhadap perekonomian, apalagi kalau sudah ada bandara," ucap Fenty.

Ancaman Ketimpangan

Pemda DIY mengakui pembangunan infrastruktur akan memberikan dampak pada pertumbuhan ekonomi. Namun pertumbuhan ekonomi yang hanya dinikmati masyarakat menengah ke atas sehingga menimbulkan ketimpangan cukup merisaukan.

Kepala Bappeda DIY Tavip Agus Rayanto mengatakan NYIA dan JJLS akan berdampak positif terhadap sektor jasa, restoran, trasportasi yang memberikan dampak besar. “Dalam konteks perencanaan, infrastruktur mempermudah akses sehingga kami optimistis pertumbuhan ekonomi di DIY bisa meningkat,” katanya, Minggu.

Tahun ini pertumbuhan ekonomi DIY sudah mencapai 6,2%. Namun, angka ketimpangan yang diukur menggunakan Rasio Gini cukup lebar, yakni 0,441 per Maret 2018. Kesenjangan di DIY paling lebar di antara semua provinsi di Indonesia.

Tavip mengatakan seiring pertumbuhan ekonomi, pekerjaan rumah untuk memeratakan ekonomi menjadi tugas yang tidak mudah. Pertumbuhan dimulai dari modal, padahal masyarakat miskin seringkali tidak terserap dalam lapangan kerja di sektor yang membuat pertumbuhan ekonomi naik tersebut.

“Yang saya khawatirkan sebenarnya bukan kemiskinannya tetap angka Rasio Gini karena pendapatan golongan menengah ke atas meningkat lebih cepat dengan adanya infrastruktur, sementara yang miskin meningkat sedikit, sehingga gapnya semakin besar. Problemnya lebih pada ketimpangan,” kata dia.

Menurut Kepala Bappade Bantul Fenty Yusdayati, ketimpangan ekonomi wilayah selatan masih tinggi. Namun, angka kemiskinan terbesar justru didominasi di wilayah perkotaan di Bantul bagian utara. Angka kemiskinan per 2017 lalu sebanyak 14,07% dari jumlah penduduk atau sekitar 139.670 jiwa.

Lima kecamatan dengan warga miskin terbanyak adalah Imogiri 13.385 jiwa, Pandak 11.520 jiwa, Kasihan 11.177, Sewon 10.520, dan Dlingo 9.361 jiwa. Tahun ini, Bantul menargetkan angka kemiskinan turun menjadi 12,91% atau 125.942 jiwa. Tahun depan target sampai di angka 10,86% atau 103.714. “Target kami sampai 2021 nanti angka kemiskinan turun sampai 8,5%,” ujar Fenty.

Bantul tidak hanya mengandalkan JJLS dan penataan pantai selatan, tetapi menggenjot industri yang bisa menyerap banyak tenaga kerja. Kawasan industri yang dikembangkan ada di wilayah Piyungan dan Pajangan. Fenty tidak menyebut berapa serapan tenaga kerja industri. Data Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Bantul menyebutkan angka pengangguran masih sekitar 17.466 orang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Jadwal Terbaru! KRL Jogja-Solo Sabtu 20 April 2024, Berangkat dari Stasiun Tugu dan Lempuyangan

Jogja
| Sabtu, 20 April 2024, 00:57 WIB

Advertisement

alt

Pengunjung Kopi Klotok Membeludak Saat Libur Lebaran, Antrean Mengular sampai 20 Meter

Wisata
| Minggu, 14 April 2024, 18:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement