Advertisement

FEATURE: Menciptakan Islam Ramah di Kalangan Milenial

ST15
Senin, 10 Desember 2018 - 09:25 WIB
Budi Cahyana
FEATURE: Menciptakan Islam Ramah di Kalangan Milenial Eddy Najmuddin Aqdhiwijaya (tengah) memperkenalkan Gerakan Islam Cinta dalam Roadshow Literasi Islam Cinta di The Hype Kulture, Caturtunggal, Depok, Sleman, Sabtu (8/12/2018) malam. - Harian Jogja/Lajeng Padmaratri (ST15)

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Sekelompok anak muda mengunjungi kota-kota besar untuk menunjukkan wajah Islam yang ramah di tengah intoleransi yang membajak agama. Sasaran mereka adalah milenial. Berikut laporan wartawan Harianjogja.com Lajeng Padmaratri.

 Malam itu, Jenny Saragih, 25, hadir lebih awal ketimbang kawan-kawannya. Sembari menunggu mereka datang, ia meregistrasi terlebih dahulu. Oleh panitia, Jenny diberi dua buku, salah satunya berjudul Rasul Pun Mau Ngobrol. Nabi Muhammad SAW yang dikisahkan dalam buku ini merupakan sosok sentral dalam agama Islam sehingga Jenny ingin mengenal lebih dalam tentangnya.

Advertisement

Jenny adalah pemeluk Kristen. Ia sedang melanjutkan studinya di Program Studi Agama dan Lintas Budaya Sekolah Pascasarjana UGM. Bersama ketiga kawannya yang muslim, mereka tergabung dalam Young Interfaith Peacemaker Community (YIPC), sebuah komunitas anak muda yang berfokus pada dialog lintas agama. Komunitas ini menjadi salah satu kelompok yang diundang ke Talkshow Literasi Islam Cinta yang diselenggarakan oleh Gerakan Islam Cinta (GIC) di The Hype Kulture, Sleman, Sabtu (8/12/2018).

“Acaranya menarik, karena bisa diskusi mendalam tapi tetap bisa santai. Di YIPC kami banyak kegiatan, kami sering dialog interfaith [lintas keyakinan],” kata gadis asal Medan ini.

Tak hanya dihadiri komunitas lintas agama, gelar wicara malam itu juga dibuka oleh seorang Komika Jogja, Priska Baru Segu yang membawakan topik toleransi. “Saya Katolik, tetapi saya pernah bekerja di sebuah toko jilbab. Ketika ada jilbab baru, saya coba satu-satu. Supaya bisa jelaskan ke pembeli,” tutur Priska. Toko tempatnya bekerja pun menjadi salah satu bukti toleransi.

Hal-hal di atas menjadi satu kesatuan dalam acara cakap-cakap yang bertujuan merepresentasikan gagasan Islam yang sejuk, damai, dan toleran pada masyarakat, khususnya bagi kalangan milenial.

Diskusi ini tak hanya membahas Islam yang damai, tetapi sekaligus menerbitkan buku-buku serial Gen Islam Cinta. Rasul Pun Mau Ngobrol karya Cakra Yudi Putra merupakan satu dari dua puluh buku yang diterbitkan dalam rangkaian acara ini.

“Kedatangan kami ke Jogja karena kami mau ngobrol. Kalau Rasul mau ngobrol, kenapa kita nggak? Kami ingin sebarkan literasi Islam yang sejuk. Gerakan Islam Cinta pertama kali muncul pada 20 Januari 2012, lahir atas kegelisahan bersama atas aksi intoleransi yang mengatasnamakan agama, terlebih agama Islam,” ucap Eddy Aqdhiwijaya, Ketua GIC.

Ia menyebutkan roadshow ini untuk menyambut Milad Ke-7 GIC. Literasi Islam Cinta merupakan program terobosan yang dilakukan oleh GIC bekerja sama dengan Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ada dua puluh buku yang diproduksi dan akan dirilis seiringan dengan diskusi keliling yang mereka lakukan.

Menangkal Garis Keras

Setelah akhir November lalu GIC memulai kampanye Islam damai dari Bukittingi, mereka kini menjadikan Sleman sebagai tempat berdiskusi sekaligus merilis buku-buku literatur populer yang ditargetkan untuk generasi milenial sebagai sasaran utama pembacanya.

Cakra Yudi Putra, penulis Rasul Pun Mau Ngobrol mengisahkan proses menulisnya sejak pertengahan tahun lalu.

“Buku ini ingin meng-counter isu yang bilang demokrasi dan Islam itu tidak saling bertentangan, karena nilai-nilai Islam itu juga membentuk demokrasi. Bahkan inti dari demokrasi itu musyawarah. Ketika kita musyawarah, mengutarakan pendapat, di situlah demokrasi lahir,” ucap Cakra.

Buku setebal 200 halaman ini ia tulis dengan gaya penulisan populer dan dikemas dalam cetakan penuh warna untuk menciptakan suasana membaca yang menyenangkan bagi generasi milenial.

Selain Ketua GIC dan penulis buku Rasul pun Mau Ngobrol, gelar wicara tersebut juga menghadirkan Muhammad Said, peneliti milenial di Institute of Southeast Asian Islam (Isais); Syahdhan Dwi Rahmatulloh, pegiat Literasi Milenial UII; serta Kalis Mardiasih, pegiat Literasi Islam Jaringan Gusdurian Indonesia.

Generasi milenial sering dianggap menjadi sasaran empuk untuk disusupi paham-paham radikal. Faktornya antara lain karena rendahnya tingkat literasi di Indonesia dan banyaknya ruang baca generasi milenial yang disesaki oleh referensi keislaman yang menampilkan wajah keras. Untuk itu GIC hadir dengan Literasi Islam Cinta, menghadirkan bacaan yang dikemas secara ringan dan gaya bahasa yang populer supaya bisa diterima kalangan milenial.

Peneliti Isais Muhammad Said menyebutkan gerakan ini penting karena sekarang banyak orang yang terlalu cepat marah-marah dalam beragama.

“Padahal ketika membaca buku ini, banyak teladan bahwa Rasulullah sangat santai dalam beragama,” kata dia.

Ia menambahkan, keterbelahan yang ada di Indonesia saat ini harus diimbangi dengan narasi Islam yang santun.

Setelah mengunjungi Sleman, kampanye keliling Literasi Islam Cinta akan berlanjut ke Bandung dan Jakarta. Kalis Mardiasih juga tergabung dalam dua puluh penulis buku serial Gen IC. Bukunya yang berjudul Ber-Islam seperti Kanak-Kanak akan dirilis bertepatan dengan roadshow di Jakarta mendatang. “Ber-Islam seperti Kanak-Kanak itu ingin menceritakan bahwa ber-Islam itu menyenangkan, beragama dengan riang gembira,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Pertobatan Ekologis dan Persoalan Sampah Jadi Topik Peragaan Jalan Salib di Gereja Ini

Jogja
| Jum'at, 29 Maret 2024, 15:27 WIB

Advertisement

alt

Mengenal Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo, Kediaman Sultan Hamengku Buwono VII

Wisata
| Senin, 25 Maret 2024, 20:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement