Advertisement

Korban Lion Air JT610 Masih Bisa Gugat Walau Sudah Terima Ganti Rugi dari Maskapai

Nugroho Nurcahyo
Sabtu, 17 November 2018 - 06:05 WIB
Nugroho Nurcahyo
Korban Lion Air JT610 Masih Bisa Gugat Walau Sudah Terima Ganti Rugi dari Maskapai Konferensi Pers Proses Evakuasi Lion Air JT-610 di Hotel Ibis, Cawang, Jakarta Timur. - Harian Jogja/Bayu S

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Semua  ahli waris atau keluarga korban Pesawat Lion Air PK-LQP/JT610 masih terbuka kemungkinan menggugat perdata sekalipun sudah menerima uang kompensasi sebagai pertanggungjawaban dari pengangkut.

Ketua Komunitas Konsumen Indonesia David Tobing mengatakan, jika mengacu Permenhub No.77/2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara, ahli waris atau keluarga korban memang masih terbuka kemungkinan menggugat walaupun sudah menerima tanggung jawab dari pengangkut sebesar Rp1,25 miliar.

Advertisement

“Nyawa tidak dapat dibeli. Nyawa tidak bisa dilabeli harga. Kita sepakat nyawa manusia tidak ternilai harganya. Namun dalam hubungan penumpang dan pengangkut, risiko kecelakaan pesawat yang mengakibatkan hilangnya nyawa sangat mungkin terjadi,” kata David kepada Harian Jogja, Jumat (16/11/2018).

Lantas dari mana rumus menghitung nyawa manusia sehingga regulator menaksir angka Rp1,25 miliar dengan pukul rata itu?

Permenhub No.77/2011, ungkap David, memiliki kriteria menaksir besaran ganti rugi. Kriteria itu yakni tingkat hidup yang layak rakyat Indonesia, kelangsungan hidup badan usaha angkutan udara, tingkat inflasi kumulatif, pendapat per kapita, perkiraan usia harapan hidup dan perkembangan nilai mata uang.

“Apakah kriteria tersebut akurat, atau adil. Menyandingkan perkiraan usia harapan hidup manusia dengan kelangsungan hidup Badan Usaha Angkutan Udara? Bagi ahli waris korban yang meninggal, pasti ini tidak adil,” kata dia.

Kebutuhan ahli waris, kata dia, tentu berbeda-beda. “Ahli waris yang seorang istri kehilangan seorang suami dan anak-anak yang masih kecil tentu merasa kurang adil jika menerima sesuai ketentuan Permen,” jelas dia.

Oleh karena itu, beleid Menhub tersebut masih membuka kesempatan bagi penumpang mencari keadilan. Peluang itu dibuka dalam Pasal 23 yang pada intinya menyebut, “Besaran ganti kerugian yang diatur dalam peraturan ini tidak menutup kesempatan kepada ahli waris untuk menuntut pengangkut ke pengadilan di wilayah NKRI, arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan."

Oleh karena itu, David mengaku siap mengadvokasi para ahli waris yang merasa tidak mendapatkan haknya dengan adil.

“Kami sebagai LSM yang bergerak di bidang itu, siap mengadvokasi agar ahli waris mendapatkan hak mereka secara proporsional,” kata mantan anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) itu.

Menurutnya, langkah yang ditempuh Irianto dengan menggugat Boeing sudah tepat. Pengacara yang pernah beberapa kali menggugat maskapai penerbangan itu mengatakan, dari sudut pandang hukum konsumen,  Boeing telah memberikan barang cacat (defect) dan tidak menginformasikan secara jelas dan benar produknya kepada konsumen. Padahal diketahui informasi itu sangat signifikan untuk keselamatan si konsumen.

Kasus Lion Air telah bergulir hingga ke meja hijau di Amerika Serikat. Pengacara Curtis Miner dari Kantor Firma Hukum Colson Hicks Eidson yang berkedudukan di Florida, AS, dalam pers rilisnya, Kamis (15/11/2018), menyatakan telah engajukan gugatan terhadap Boeing Company di Pengadilan Circuit, Cook County, Illinois, Amerika Serikat, tempat kedudukan hukum perusahaan Boeing. Gugatan diajukan atas nama orang tua dari dokter Rio Nanda Pratama.

Pratama adalah dokter yang menjadi salah satu korban meninggal dunia dalam tragedi pesawat Lion Air PK-LQP/JT610 Jakarta-Pangkal Pinang, 29 Oktober 2018. Saat penerbangan itu, ia dalam perjalanan pulang dari mengikuti seminar selama tiga hari di Jakarta. Dokter muda itu berencana menikah tiga belas hari kemudian pada 11 November 2018.

Curtis Miner menyatakan sesuai perjanjian internasional, badan penyelidik dari Indonesia dilarang menentukan siapa yang bertanggung jawab atau siapa yang bersalah. Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), kata dia, hanya diperbolehkan menyelidiki penyebab kecelakaan dan membuat rekomendasi keselamatan untuk industri penerbangan di masa depan.

"Inilah sebabnya mengapa tindakan hukum atas nama keluarga korban harus dilakukan," ujar Curtis Miner.

Dia menegaskan, investigasi oleh lembaga pemerintah biasanya tidak akan memutuskan siapa yang bersalah dan tidak menyediakan ganti rugi yang adil kepada para keluarga korban. “Ini pentingnya gugatan perdata dalam tragedi seperti ini," ujarnya.

Firma hukum Colson Hicks Eidson telah menangani puluhan kecelakaan penerbangan yang terjadi di seluruh dunia atas nama ahli waris penumpang selama hampir setengah abad. Firma ini telah menyelesaikan sejumlah kasus kecelakaan pesawat yang terjadi sebelumnya di Indonesia, seperti kasus Garuda Indonesia GA152 (29 September 1997), kasus Adam Air KI-574 (1 Januari 2007), dan kasus Lion Air JT583 yang mendarat darurat di Bandara Adi Soemarmo Solo, pada 30 November 2004.

Pesawat Lion Air JT610 lepas landas dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta menuju Bandara Depati Amir, Pangkal Pinang, dan terjatuh 13 menit kemudian. Sebanyak 189 orang yang ada di dalamnya meninggal dunia dalam insiden tragis tersebut.

Dari penelusuran Harian Jogja, Boeing saat ini juga sedang menghadapi gugatan dari para korban selamat dalam penerbangan Southwest Airlines nomor 1380 di Supreme Court (Mahkamah Agung) AS di Manhattan, New York, AS. Penerbangan pada 17 April 2018 dengan pesawat seri B737-700 itu berakhir dengan pendaratan darurat setelah salah satu mesinnya meledak, melontarkan kisi-kisi kipasnya hingga merobek badan pesawat. Satu dari 99 penumpang di dalam pesawat meninggal dunia setelah tersedot keluar dari kabin.

Gugatan dilayangkan selang dua bulan sejak kejadian atau pada 20 Juni 2018 lalu, National Transportation Safety Board (NTSB) masih dalam proses investigasi. Para penggugat menuduh Boeing lalai dan gagal menjamin keamanan pesawat 737-700. Produsen pesawat dinilai gagal memberikan peringatan dan instruksi keamanan yang memadai.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Bus Terbakar di Ring Road Barat Gamping Sleman

Sleman
| Kamis, 18 April 2024, 09:17 WIB

Advertisement

alt

Sambut Lebaran 2024, Taman Pintar Tambah Wahana Baru

Wisata
| Minggu, 07 April 2024, 22:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement