Advertisement
Undang-Undang Guru & Dosen Perlu Direvisi
Advertisement
Harianjogja.com, MALANG - Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih mengatakan Undang-undang No.14/2005 tentang Guru dan Dosen perlu direvisi karena payung hukum tersebut belum mengatur profesi guru dan dosen secara secara spesifik.
"Undang-undang ini masih menyatukan persepsi mengenai guru dan dosen. Meski guru dan dosen disebut sebagai pendidik profesional, guru dan dosen memiliki beberapa perbedaan. Salah satunya terlihat pada tugas utamanya," kata Abdul Fikri Faqih di hadapan rektor perguruan tinggi negeri (PTN) di Malang ketika berkunjung ke Kampus Universitas Brawijaya (UB) Malang, Jawa Timur, bersama anggota Komisi X DPR RI lainnya, Kamis (18/10/2018).
Advertisement
Menurutnya, dosen mempunyai tugas utama tridharma perguruan tinggi, yaitu pengajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Sedangkan guru hanya melaksanakan tugas ekadharma, yaitu pengajaran.
Perbedaan lainnya, kata Fikri, terletak pada kualifikasi akademik, di mana pendidikan formal untuk dosen minimal S2, sedangkan untuk guru cukup S1. Dan saat ini guru dan dosen berada di bawah institusi yang berbeda. Dosen pada pendidikan tinggi di bawah Kemenristekdikti, sedangkan guru di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
"Ini adalah langkah awal Komisi X DPR RI untuk memperoleh data dan fakta secara langsung mengenai permasalahan yang dihadapi dosen. Selanjutnya masih akan ditimbang untuk revisi substansi dan harapannya tahun 2019 sudah rampung," katanya.
Menanggapi pernyataan Wakil Ketua Komisi X DPR RI tersebut, Direktur Jenderal Kelembagaan RI Dr Patdono Suwignyo menilai harus dibedakan kualifikasi pendidikan, antara perguruan tinggi akademik, perguruan tinggi vokasi, dan perguruan tinggi profesi.
Patdono mencontohkan untuk Politeknik Maritim Negeri Indonesia yang berlokasi di Semarang, terdapat dosen nakhoda yang sangat mahir di bidangnya, sudah keliling dunia dan tersertifikasi tingkat dunia, tapi dia tidak S2 atau S3. Untuk itu perlu adanya revisi kualifikasi pendidikan dosen.
Dia menambahkan dari 18.600 dosen perguruan tinggi swasta (PTS), sekitar 500 di antaranya masih lulusan S1. "Jumlah tersebut masih belum memenuhi standar nasional Dikti, untuk itu mohon ada kebijakan bagi dosen PTS yang ada di bawah naungan negara," ujarnya.
Dari berbagai masukan yang diberikan, 95 persen mengusulkan UU Dosen dan Guru tidak usah dipisahkan, namun direvisi substansinya. Adapun saran yang diberikan antara lain perlu adanya kesejahteraan dan regulasi yang jelas untuk dosen PNS dan Non-PNS.
Selain itu, perlunya aturan tentang dosen Fakultas Kedokteran yang tidak hanya membutuhkan tenaga pengajar dari jenjang akademik, tetapi juga spesialis, dan profesi lain, seperti perawat dan bidan, serta aturan mengenai pekerjaan penunjang dosen di luar tridharma perguruan tinggi, seperti mengerjakan akreditasi. Selain di Malang, Kunjungan Kerja Komisi X DPR RI juga akan dilakukan di Yogyakarta dan Padang.*
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : antara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Meningkatkan Perlindungan dari Penyakit Menular, Jemaah Calon Haji Disarankan Vaksin
- Dugaan Pelanggaran Wewenang, Wakil Ketua KPK Laporkan Anggota Dewas
- 66 Pegawai KPK Pelaku Pungutan Liar di Rumah Tahanan Dipecat
- Wapres Maruf Amin Sebut Tak Perlu Ada Tim Transisi ke Pemerintahan Prabowo-Gibran
- WhatsApp Bocor, Israel Dikabarkan Gunakan Data untuk Serang Rumah Warga Palestina
Advertisement
Lulusan Pertanahan Disebut AHY Harus Tahu Perkembangan Teknologi
Advertisement
Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali
Advertisement
Berita Populer
- Mendes Nilai Perubahan Iklim Dapat Diatasi Melalui Kemitraan dengan Desa
- 4 Pelaku Penganiayaan Siswa SMPN 55 Barombong Masih di Bawah Umur
- DKPP Gelar Sidang Pemeriksaan Dugaan Pelanggaran Etik Ketua dan Anggota KPU RI
- Kemenkes Buka Pendaftaran Lowongan Nakes untuk 4 Rumah Sakit
- Gempa Magnitudo 5,3 Guncang Gorontalo
- Menhub Kunker ke Jepang: Indonesia Tingkatkan Kerja Sama Bidang Transportasi
- Pejabat Kementerian ESDM Diperiksa Terkait Korupsi Timah Triliunan Rupiah
Advertisement
Advertisement