Advertisement
HASIL SURVEI : Diadang Warga, Gerakan #2019GantiPresiden Makin Populer
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA- Gerakan 2019 Ganti Presiden yang belakangan menimbulkan kontroversi di masyarakat, berdasarkan hasil survei justru semakin populer.
Meski banyak menerima adangan atau penolakan, Gerakan #2019GantiPresiden disebut semakin populer. Lembaga survei Y-Publica menyebut, kepopuleran gerakan #2019GantiPresiden bahkan mencapai angka 70 persen.
Advertisement
"Angka ini lebih tinggi dibanding temuan survei sebelumnya pada bulan Mei 2018, yakni masih 50,3 persen," kata Direktur Eksekutif Y-Publica Rudi Hartono saat memaparkan hasil survei yang dilakukan pada tanggal 13-23 Agustus 2018 di Bakoel Koffe, Cikini, Jakarta Pusat, Senin (3/9/2018).
Menurut dia, meski makin populer di kalangan masyarakat, gerakan yang awalnya dimulai dari akar rumput ini mendapat respon berbeda-beda. Banyak yang mendukungnya, tetapi tak sedikit yang mengkritisinya.
"Sebanyak 28 persen yang menganggap sebagai gerakan bermuatan politik, 25 persen menilainya sebagai kampanye politik sebelum Pemilu. Bahkan ada 13,6 persen yang menilai gerakan itu mengarah makar," papar Rudi.
Kemudian hanya ada 8,4 persen yang menilai gerakan yang digagas oleh politisi PKS Mardani Ali Sera tersebut sebagai gerakan protes atau bentuk ketidakpuasan terhadap pemerintah. Bahkan kata Rudi, publik pun sudah menilai ada pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) yang diuntungkan dengan gerakan tersebut.
"Sebanyak 32,1 persen menganggap gerakan itu menguntungkan kubu oposisi atah lawan politik Jokowi. Malah ada 24,9 persen yang menuding langsung pasangan Prabowo-Sandiaga Uno sebagai pihak yang diuntungkan," sebut Rudi.
Kemudian ada 20,6 persen responden yang menilai gerakan yang dilakukan oleh partai pendukung pasangan Prabowo-Sandiaga Uno tersebut sangat menguntungkan kelompok anti Negara Keasatuan Republik Indonesia (NKRI). Dia juga menilai bahwa gerakan tersebut menguntungkan para pendukung khilafah, di mana jumlahnya mencapai 12,8 persen.
"Mayoritas [75,6 persen] menganggap gerakan itu bukan lagi sebagai ekspresi kebebasan berpendapat," kata dia.
Karena itu, meski semakin populer, gerakan tersebut juga makin ditolak oleh masyarakat. Sekitar 68,6 persen responden menolak gerakan tersebut.
"Meskipun, makin populer, tetapi sikap publik tidak setuju dengan gerakan itu justru naik, dari 67,3 persen pada survei sebelumnya menjadi 68,6 persen," tandas Roy.
Survei yang dilakukan oleh Y-Publica ini menggunakan metodologi multistage random sampling dengan jumlah responden mencapai 1.200 orang, dengan margin error 2,98 persen serta tingkat kepercayaan mencapai 95 persen. Pengummpulan datanya dilakukan dengan wawancara tatap muka dengan menggunakan kuesioner.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Suara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Meningkatkan Perlindungan dari Penyakit Menular, Jemaah Calon Haji Disarankan Vaksin
- Dugaan Pelanggaran Wewenang, Wakil Ketua KPK Laporkan Anggota Dewas
- 66 Pegawai KPK Pelaku Pungutan Liar di Rumah Tahanan Dipecat
- Wapres Maruf Amin Sebut Tak Perlu Ada Tim Transisi ke Pemerintahan Prabowo-Gibran
- WhatsApp Bocor, Israel Dikabarkan Gunakan Data untuk Serang Rumah Warga Palestina
Advertisement
Advertisement
Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali
Advertisement
Berita Populer
- Menhub Kunker ke Jepang: Indonesia Tingkatkan Kerja Sama Bidang Transportasi
- Pejabat Kementerian ESDM Diperiksa Terkait Korupsi Timah Triliunan Rupiah
- Wakil Presiden Dijadwalkan Membuka Rakernas Program Bangga Kencana dan Percepatan Penurunan Stunting
- Jamaika Resmi Mengakui Kedaulatan Palestina
- Anies-Muhaimin Hadir di Penetapan KPU, Pakar UGM: Ada Peluang Ikut Koalisi Prabowo
- Meningkatkan Perlindungan dari Penyakit Menular, Jemaah Calon Haji Disarankan Vaksin
- Wanita 60 Tahun Lolos ke Kontes Miss Argentina karena Tampak Awet Muda
Advertisement
Advertisement